Sejarah

BEDAH PRASASTI KAMALAGYAN UNTUK MENJAWAB LOKASI HUJUNG GALUH

tNews.co.id – SIDOARJO || Rombongan Forum Begandring Soerabaja melakukan kunjungan lapangan di kawasan Kamalagyan, Wringin Pitu, Tarik, DAS Kali Brantas dan Canggu untuk melihat dari dekat secara alami terkait dengan berita inskripsi prasasti Kamalagyan yang dibuat Raja Airlangga pada 1037 Masehi.Minggu, 20 Juni 2021.

Kunjungan ini untuk mencoba membedah isi inskripsi, yang sekaligus untuk menjawab pertanyaan dimanakah Pelabuhan Hujung Galuh. Nah untuk menjawab itu, hanya ada satu sumber otentik yang masih insitu dan dijadikan acuan. Yaitu prasasti Kamalagyan di dusun Kelagen, Tropodo, Krian, Kabupaten Sidoarjo.

Kunjungan ini dilakukan setelah Begandring Soerabaja melakukan serangkaian begandringan (diskusi), berdasarkan sumber sumber literasi dan berita inskripsi prasasti Kamalagyan.

Untuk mendapatkan ilustrasi yang nyata dan alami, maka pada hari minggu, 20 Juni 2021 lalu, mereka menjelajah lokasi-lokasi yang tersebut dalam prasasti. Ketika berada di setiap lokasi lokasi kuno (ancient sites) itu, diskusi diskusi terus mewarnai dan berikut kata kata kunci yang bisa ditarik dan dijadikan patokan untuk mengungkap lokasi Hujung Galuh.

Ada lima kata kunci yang menjadi patokan. Lima kata kunci ini adalah:
1. Desa desa terdampak banjir.
2. Sungai yang airnya meluap.
3. Hulu
4. Hilir
5.Tambak.

Lima kunci di atas dibedah dengan pertanyaan dan jawaban. Namun sebelum membahas lima kata kunci (banjir, sungai, hulu, hilir dan tambak), berikut pertanyaan awal yang jawabannya menjadi frame dalam berfikir dan menelaah.

Apa Sumber Otentik dan Premiere?
Prasasti Kamalagyan

Mengapa Kamalagyan?
Karena tersebut nama/kata Hujung Galuh.
Wujud sumbernya nyata dan ada (di dusun Kelagen, Tropodo, Krian, Sidoarjo)
Dibuat Raja Airlangga 1037 M.

Mengapa Ada Prasasti?
Untuk memperingati pembuatan bendungan di Waringin Sapta dan sekaligus sebagai upaya legitimasi Raja Airlangga untuk memperkokoh kedudukannya sebagai Raja setelah terbunuhnya Raja Wijayawarmma dari Wengker.

Apa Isi Prasasti Itu?
Isinya tentang berita pembuatan bendungan di Wringin Sapta untuk mengatasi banjir yang terjadi di wilayah Kamalagyan dan daerah sekitarnya akibat luapan Bengawan (Kali Brantas).

Daerah (desa desa) Mana Saja Yang Terdampak Banjir?
Desa desa yang terdampak banjir sebagaimana dijelaskan dalam prasasti, yaitu:
“kahaywa kna nin thāni sapasuk hilir lasun paliñjwan, sijanatyĕsan pañjigantin, tālan, daçapankaḥ, paŋkaja, tka riŋ sīma parasīma, kala(ŋ)-kalagyan, thāni jumput, wihāra, çāla, kamulan, parhyaŋan, parapatapān, makamukya bhuktyan saŋ hyaŋ dharmma riŋ içānabhawana maṅaran, i surapura”.

Artinya:
“daerah-daerah atau desa yang terdampak banjir di daerah HILIR sebagai berikut: seperti Lasun, Palinjwan, Sijanatyesan, Panjigantin, Talan, Decapankah, Pankaja; (begitu pula daerah perdikan-daerah perdikan ialah) di Kala, Kalagyan, Thani Jumput; (daerah perdikan Bihara, daerah perdikan rumah penginapan, daerah perdikan tempat suci arwah nenek moyang, daerah perdikan tempat orang pertapa dan terutama daerah besar yang dikuasai oleh makam keramat di) Icanabhawana yang bernama Surapura”.

Dari nama nama desa di kawasan HILIR, yang masih teridentifikasi secara toponimi, adalah Kalagyan yang diduga kuat adalah dusun Kelagen dimana terdapat prasasti Kamalagyan berada.

Sungai Apa Yang Meluap?
Sungai yang mengalir ke arah hilir dimana terdapat desa desa yang terdampak banjir adalah sungai yang sekarang ini kita duga dengan sungai Balungbendo. Sungai ini adalah sungai kuno, yang semakin ke hilir, maka akan ketemu dengan bekas pelabuhan kali di “i Trung”, yang diduga kuat adalah pelabuhan kali Terung.

Sungai yang berhulu di Kali Brantas inilah yang meluap sebagai akibat derasnya debit air dari Kali Brantas.

Bagaimana Cara Warga Mengatasi Banjir?
Tercerita pada prasasti bahwa sebelum Airlangga memerintahkan rakyatnya membuat bendungan di Wringin Sapta, warga setempat di kawasan banjir sudah pernah membuat bendungan atau tanggul tanggul yang berbentuk tambak tambak, tetapi cara pembendungan yang dilakukan warga ini tidak efektif. Masih saja terjadi banjir jika debit air bengawan begitu tinggi.

Isi kutipan prasasti:
“tan pisan piṇḍwa tinambak parasāmya,
ndatan kawnaŋ juga parṇnahnya.

Artinya:
“Tidak hanya sekali, dua kali para pejabat desa tingkat thāni itu melakukan
(pe)nambakan sungai, (namun) tak juga mampu (sungai itu tetap saja meluap).

Adakah Bukti-Bukti Hasil (bekas) Pembendungan di Daerah Banjir?
Secara toponimi di daerah sekitar Kelagen, terdapat desa desa yang namanya mengandung makna bendungan. Seperti desa TANGGUL dan desa SEDENG(AN).

Selain itu sebagai bekas tanah perdikan bahwa di sekitar dusun Kelagen juga terdapat nama nama desa Sima, seperti: Sima Doekoh lor, Simo Doekoh kidul, Simo Angin Angin, Simo Ketawang, Simadjaja, dan Simo Girang.

Arti Simo Girang dan Sima Jaya?
Nama desa ini menunjukkan kegembiraan yang luar biasa dan bahkan mengacu pada sebuah kemenangan. Dalam cerita prasasti, setelah raja Airlangga mengatasi banjir, rakyat digambarkan dan diberitakan bersuka cita dan bergembira (bahasa Jawa = girang).

Bagaimana Kemudian Sang Raja Mengatasi banjir?
Karena masih saja terjadi banjir, maka Raja memanggil seluruh lapisan masyarakat untuk bergotong royong membuat tanggul di Wringin Sapta yang lokasinya lebih ke hulu (ke arah barat dari Kamalagyan).

Cuplikan isi prasasti:
“samankana ta çrī mahārāja lumkas umatagak nikaŋ tanayan thāni sakalrā re ni kerkem ri tāpa çrī mahārāja, inatag kapwa paṅrabḍa mabuñcaŋhajya maḍawuhan saṅ punta siddha, kadamla nikāŋ ḍawuhan de çrī mahārāja”.

Artinya :
” karena itulah, çrī mahārāja segera memanggil semua penduduk desa dari banyak tempat yang tersebar di wilayah çrī mahārāja untuk bergotong royong membendung, (juga) para pendeta, berhasil(lah) bendungan itu (dibangun) oleh çrī mahārāja”.

Bagaimana Teknis Mengatasinya?
Ketika banjir masih saja terjadi di sekitar hilir (lebih jauh dari hulu), yaitu di kawasan Kamalagyan, maka perlu dicarikan cara untuk menghalau luapan air.

Diduga, cara yang dilakukan adalah dengan membuat sudetan atau kanal ke arah utara yang menghubungkan Kali Balongbendo ke Kali Mlirip. Adapun jarak yang paling dekat antar kedua sungai ini berada di Wringin Sapto. Maka di daerah inilah dilakukan proyek penanggulan yang misinya mengalihkan aliran air dari Kali Balongbendo ke sungai yang lebih besar, Kali Mlirip, agar luapan air dari Kali Brantas yang masuk ke Kali Balongbendo tidak membanjiri wilayah hilir di kalasan Kamalagyan.

Bagaimana Hasilnya?
Dengan cara menyudet dan membuang air ke arah utara, maka luapan air dari Kali Brantas yang masuk melalui kali Balongbendo dengan cepat terbuang ke Kali Mlirip. Dengan begitu, kawasan yang semula banjir, khususnya di daerah Kalagyan, selanjutnya terbebas dari banjir.

Kutipan isi prasasti:
“subaddhā pagĕh huwus pĕpĕt hilīnikāŋ bañu ikāŋ baṅawan amatlū hilīnyāṅalor”.

Artinya :
“sangat kokohlah (bendungan itu) telah tertutup aliran air dari sungai tersebut, terbagi tiga alirannya ke (arah) utara”.

Bagaimana Sikap Penduduk?
Mereka bahagia dan bersuka ria karena sudah bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya kembali secara normal, tanpa ada gangguan seperti bencana banjir. Hal ini membuat roda perekonomian bisa berjalan dengan baik dan para pedagang yang menggunakan aliran sungai Brantas sebagai jalur perdagangan bisa berlayar. Kehidupan sosial dan kegamaan rakyat juga bisa berjalan dengan baik. Rakyat sudah bisa menggarap sawah dan kebun-kebunnya seperti sedia kala.

Pun demikian mereka bisa berperahu ke hulu untuk berdagang dan membeli barang barang di Hujung Galuh.

Kutipan isi prasasti:
“kapwa ta sukhamanaḥ nikāŋ maparahu samaṅhulu maṅalap bhāṇḍa ri hujuŋ galuḥ, tka rikāŋ parapuhawaŋ prabaṇyaga sankāriŋ dwīpāntara”.

Artinya :
“semua bergembira, berperahu(lah) menuju hulu, mengambil barang dagangan di hujuŋ galuḥ. Datang (pula) para nahkoda, kapal kapal dagang dari pulau pulau sekitar”.

KESIMPULAN:

1. SUNGAI YANG MELUAP
Sungai yang meluap akibat derasnya debit air dari Kali Brantas adalah Kali Balongbendo, dimana kali ini melintasi kawasan desa desa di dekat Kamalagyan. Kali Balongbendo adalah kali kuno dimana disana juga pernah ada pelabuhan Terung.

2. DAERAH TERDAMPAK BANJIR
Desa desa terdampak banjir berada di hilir sungai (menjauh dari hulu) yaitu di kawasan Kamalagyan, yang hingga kini masih ada satu desa yang memiliki salah satu toponimi desa kuno, yakni Kelagen (Kalagyan).

Bahkan di kawasan di sekitar prasasti Kamalagyan masih terdapat toponimi yang bermakna bendungan yaitu desa TANGGUL dan desa SEDENGAN. Balongbendo terutama pada kata “BALONG” memiliki arti kolam atau kubangan air.

Juga terdapat desa desa yang bernama Sima, karena bukan tidak mungkin sebuah prasasti penting diletakkan sembarangan. Maka di daerah perdikan dan Sima menjadi alasan. Di sana masih ada desa desa yang bernama Sima: Sima Doekoh lor, Simo Doekoh kidul, Simo Angin Angin, Simo Ketawang, Simadjaja, dan Simo Girang

3. HULU
Adanya penyebutan HULU berarti memiliki makna menjauh dari muara atau mendekat/dekat dengan asal mulai aliran air. Di sanalah di Hulu Sungai terdapat (pelabuhan) Hujung Galuh.

4. HILIR.
Kalau toh ada penyebutan HILIR, tapi pemaknaan hilir ini bukanlah daerah yang berada di pesisir, sebagaimana diduga selama ini (Surabaya), namun daerah yang menjauh dari hulu dimana di sana terdapat daerah daerah yang terlanda banjir, yaitu di daerah Kamalagyan.

Kala itu wilayah Kamalagyan lumayan luas sehingga Wringin Sapta pun termasuk wilayah administrasi Kamalagyan.

Sekarang Wringin Sapta berbeda administrasi dari Kamalagyan atau Kelagen.

Kutipan isi prasasti:
“sambandha, çrī mahārāja madamĕl ḍawuhan riŋ wariṅin sapta lmaḥ nikāng anak thāni ri kamalagyan puṇyahetu tan swartha”.

Artinya:
“Alasan çrī maharaja membuat bendungan di wariṅin sapta (yang merupakan) tanah/lahan (dari) desa kamalagyan (adalah) karena kemurahan hati (raja) untuk kebaikan bersama, tidak untuk kepentingan sendiri”.

5. TAMBAK
Tambak dalam konteks prasasti ini bukanlah tambak tambak untuk memelihara atau membudidayakan ikan seperti yang selama ini kita tau, tetapi TAMBAK (Tina mbak) adalah bentuk penanggulan yang dilakukan oleh warga di daerah banjir di Kamalagyan.

Balongbendo, yang pada kata “BALONG” sendiri, memiliki arti kolam atau kubangan, yang bisa diartikan tambak.

JADI melihat dari bedah prasasti, kami berkesimpulan bahwa lokasi pelabuhan Hujung Galuh berada di hulu sungai, yang merupakan percabangan dari Kali Brantas, sungai besar yang menjadi jalur transportasi yang bisa menjangkau pedalaman Majapahit dan Kadiri. Serta bisa terakses dengan mudah dari laut lepas, segara.

Hilir tidak berarti di kawasan pesisir, termasuk kata kata TAMBAK yang tidak dalam bayangan orang sekarang yang berarti tambak tambak yang ada di kawasan pesisir Surabaya.

(tNews.co.id – Nanang)

Related Articles

Back to top button