Badan Pengelola Cagar Budaya Perlu Dimasukkan Dalam RAPERDA Pengelolaan Cagar Budaya
Badan Pengelola Cagar Budaya Perlu Dimasukkan Dalam RAPERDA Pengelolaan Cagar Budaya
Caption Foto : Beri Masukan Tentang Raperda Pengelolaan Cagar Budaya di Pansus DPRD Kota Surabaya
Pewarta : Tim Begandring.
SURABAYA, tNews.co.id – DPRD Kota Surabaya sedang menggodok Raperda Kota Surabaya tentang Pengelolaan Cagar Budaya, yang diajukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Raperda ini dibahas oleh Pansus, yang sekaligus Komisi D DPRD Surabaya.
Pada Kamis (24/3) Pansus mengundang beberapa tenaga ahli terkait untuk membahas Raperda Kota Surabaya tentang pengelolaan cagar budaya. Mereka adalah pegiat dan aktivis sejarah dan Cagar budaya, yang bernaung dalam wadah Perkumpulan Begandring Soerabaia dan Komunitas Roode Brug Soerabaia.
Berdasarkan surat undangan yang diterbitkan oleh Ketua DPRD Surabaya, Awi Sutarwiyono, S.IP., tertanggal 23 Maret 2022, terdapat nama nama seperti Nanang Purwono, Kuncarsono Prasetyo, Ady Setyawan dan Achmad Zaki Yamani. Mereka selama ini konsisten dan getol menyuarakan isu pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya melalui aktivitas edukatif mereka masing masing.
Rapat Pansus, yang dipimpin oleh Hj. Siti Mariyam ini, meminta pemerhati sejarah untuk mencermati dan memberi masukan atas Raperda Pengelolaan Cagar Budaya yang telah dibuat Pemkot Surabaya.
Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia, mencermati tidak adanya pasal yang mewadahi Badan Pengelola Cagar Budaya di Raperda Pengelolaan Cagar Budaya.
“Sebagai turunan dari UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, yang mengatur Pengelolaan Cagar Budaya, mestinya Raperda ini memasukkan pasal tentang pembentukan Badan Pengelola Cagar Budaya”, papar Nanang Purwono.
Pada pasal 97 (3) mengamanatkan bahwa Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola, yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat.
Selanjutnya pada ayat (4) disebutkan bahwa Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
“Anehnya, mengapa pemerintah kota Surabaya dalam hal pengelolaan Cagar Budaya justru membentuk Tim Ahli Cagar Budaya, bukannya Badan Pengelolaan Cagar Budaya sebagaimana diamanahkan oleh Undang Undang”, tanya Nanang ke Pansus yang dipimpin oleh Siti Mariyam.
Sesuai dengan Undang UndangUndang 11/2010, Tim Ahli Cagar Budaya dan Badan Pengelolaan Cagar Budaya memiliki tugas dan kewenangan yang berbeda. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Pansus Chusnul Khotimah bahwa TACB lebih bertugas ke upaya pelestarian dan perlindungan Cagar budaya. Sementara Badan Pengelola bertugas ke upaya pemanfaatannya.
Apalagi pada pasal 1 butir (13) sudah jelas dikatakan bahwa Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan Rekomendasi Penetapan, Pemeringkatan, dan Penghapusan Cagar Budaya.
“TACB bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada walikota atas pengajuan warga terhadap rencana perbaikan asetnya yang telah ditetapkan sebagai Cagar budaya. Jadi sifatnya memberikan rekomendasi.” tambah Chusnul Khotimah.
Tapi dalam Raperda Kota Surabaya tentang Pengelolaan Cagar Budaya, pasal 45 (1), yang berbunyi: Dalam pengelolaan Cagar budaya, pemerintah daerah membentuk Tim Ahli Cagar Budaya, tidak singkron dengan Undang Undang.
Pasal inilah yang mendapat sorotan dari Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabsia. Karenanya Nanang Purwono meminta kepada Pansus agar instrumen Badan Pengelola Cagar Budaya dimasukkan dalam Raperda Pengelolaan Cagar Budaya.
Sementara Kuncarsono Prasetyo (Pendiri Begandring Soerabsia) memberikan komparasi pengelolaan Cagar budaya di kota kota lain seperti kota Semarang, Jakarta dan bahkan di Singapore. Kota kota ini dalam mengelola Cagar budayanya memiliki badan pengelola. Bahkan di kota Jakarta dan Semarang, selain memiliki TACB, mereka juga memiliki Badan Pengelola Cagar Budaya.
“Di Jakarta, Badan Pengelola nya malah berbentuk PT. Hal itu bisa saja karena menurut UU 11/2010 Pasal 142 (3) bahwa Badan pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat terdiri atas unsur Pemerintah Pusat Dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.”, jelas Kuncarsono Prasetyo.
Dalam kesempatan itu ia memaparkan bentuk bentuk badan pengelola yang ada di Singapura. Ada lima model badan, yang salah satunya sesuai dengan yang ada di Indonesia. Yaitu dengan adanya pelibatan Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
Pimpinan rapat Raperda Pengelolaan Cagar Budaya, Siti Mariyam, menyampaikan bahwa karena partisipasi masyarakat juga dilindungi oleh Undang Undang, maka Badan Pengelola Cagar Budaya ini pas menjadi wadah dimana masyarakat, seperti pegiat dan pemerhati sejarah dan Cagar budaya, dapat berpartisipasi.
Ady Setyawan (Roodebrug Soerabaia) justru mempertanyakan kembalinya formasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Surabaya lama untuk periode baru (2022-2027), yang proses fit and proper test nya berlangsung pada Maret ini. Menurut Ady, ada anggota TACB lama, yang patut diganti karena track recordnya yang tidak layak.
“Mereka itu berlatar belakang akademisi tetapi cara kerjanya tidak mencerminkan itu, sehingga beberapa BCB hilang dan dibongkar yang alasannya “kecolongan”, tegas Ady.
Menanggapi masukan dan usulan Ady, pimpinan Pansus berpendapat bahwa formasi TACB perlu memasukkan pula unsur dari masyarakat yang dianggap kompeten.
“Sayangnya, sesuai Undang Undang, anggota TACB adalah perosnel yang bersertifikasi” sesal Siti Mariyam.
Mariyam juga menyayangkan ketika dalam Raperda yang dibuat Pemkot, Pemerintah Kota Surabaya tidak membentuk Badan tetapi justru membentuk TACB, yang sesuai dengan Undang Undang, tugasnya tidak seperti Badan Pengelola.
Sedangkan Achmad Zaki Yamani menyampaikan dan sekaligus melaporkan bahwa masih banyak benda dan bangunan yang diduga Cagar budaya di kota Surabaya perlu diteliti oleh TACB, misalnya benda yang berupa emblem kota Surabaya dan gilingan batu untuk memeras tebu di lingkungan SMA Trimurti serta bangunan bangunan yang ada di dalam Kebon Binatang Surabaya (KBS).
Disimpulkan oleh pimpinan rapat bahwa dalam Raperda Pengelolaan Cagar Budaya perlu dimasukkan pasal yang mengatur tentang Badan Pengelolaan Cagar Budaya sebagai implementasi Raperda yang bernama Raperda Pengelolaan Cagar Budaya serta turunan dari Undang Undang 11/10 dan Perpres 1/2022.