Apakah Hari Lahir Kota Surabaya Dilihat Dari Hadirnya Sistim Pemerintahaan Kota Atau Terciptanya Fisik Kota ?
SURABAYA – tNews.co.id || Arkeolog BPCB Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho, salah satu pemateri dalam Diskusi Publik yang mengangkat tema “Menggugat Hari Jadi Kota Surabaya” pada 31 Mei lalu, mengawali paparannya dengan mengajak hadirin untuk menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan “Hari Jadi Kota Surabaya”.
Hari jadi, yang juga berarti hari lahir, harus mulai dihitung dari apanya? Jika menganalogikan “kota” sebagai “bayi”, maka apakah perhitungannya dimulai dari si bayi dilahirkan di dunia atau dihitung dari awal masa konsepsi, pertemuan sperma dan indung telur? Yang berarti mulai proses terjadinya bayi dalam kandungan, lalu begitu genap 9 bulan, baru bayi lahir ke muka bumi.
OK, bila arti kelahiran adalah disaat bayi keluar di muka bumi ketika organ organ biologisnya sudah lengkap mulai dari kepala, tangan, kaki, badan dll., maka kelahiran bayi di dunia ini adalah hadirnya bayi secara fisik yang tentu saja ditunjang dengan ruh yang menyertai sebagai “sistim” yang menggerakkan dan menghidupkan organ organ biologis bayi.
Nah, ketika kita berbicara tentang Hari Jadi Kota atau Hari Lahir Kota, maka apakah “kota” ini dilihat dari segi fisiknya atau sistim pemerintahannya?
Ketika 1 April 1906 dipakai sebagai penanda Hari Jadi Kota Surabaya di masa Hindia Belanda, maka sesungguhnya hari itu menandai mulai adanya sistim pemerintahan kotamadya (gemeente). I i adalah sistim pemerintahan baru dan lebih moderen dari sebelumnya yang sudah ada. Hari itu adalah hari desentralisasi kekuasaan dari pusat (Batavia) ke daerah. Penetapan ini sesuai dengan ordonnantie staatblad no. 149/1906 tertanggal 1 April 1906. (Sumber: 25 Jaaren Decentralisatie in Nederland Indie).
Penetapan 1 April 1906 ini adalah penetapan adanya sistim pemerintahan yang baru di Surabaya yang sebelumnya bersifat tradisional. Artinya bahwa ketika ada penetapan, secara fisik, kota Surabaya ini sudah ada. Surabaya memiliki ruang, memiliki jalan, memiliki jembatan, memiliki sarana dan prasarana untuk menjalankan sistim pemerintahan yang baru, gemeente atau pemerintahan kotamadya.
Jadi secara fisik keberadaan kota Surabaya ini sudah ada sebelum sistim pemerintahan baru, gemeente Surabaya, yang ditetapkan pada 1 April 1906.
Lalu kapan Kota Surabaya secara fisik ini ada? Kapan secara fisik “bayi” atau kota Surabaya ini terlahir?
…VOC Membangun Stad van Sourabaya…
Ketika ada penetapan 1 April 1906 sebagai hari Decentralisatie atau otonomi daerah untuk Surabaya, secara fisik wilayah kota Surabaya ini sudah berdiri dan terdiri dari wilayah BENEDENSTAD dan BOVENSTAD.
Benedenstad adalah kota dalam atau kota tua, yang lokasinya ada di sekitar Jembatan Merah atau yang lebih akrab disebut dengan Kampung Eropa.
Bovenstad adalah kota atas atau kota elit, yang merupakan perkembangan dan perluasan dari kota tua, yang wilayahnya termasuk Ketabang, Gubeng, Darmo, Kupang dan Sawahan. Wilayah baru ini berada di selatan kota tua. Berarti perkembangan kota bergerak ke selatan dari kota tua Surabaya.
Dari sini jelas sekali bahwa secara fisik, wilayah kota Surabaya sudah luas ketika ada penetapan Decentralisatie pada 1 April 1906.
Menurut Asia Mxior dalam buku “Soerabaja 1900-1950” dan juga buku “Oud Soerabaia” oleh GH von Faber, kota Surabaya secara fisik dibangun oleh VOC pada awal abad 17 dan berjalan secara gradual hingga pertengahan abad 18.
Adalah Hendrik Brouwer, seorang pengusaha VOC yang bertempat di Batavia (sekarang Jakarta) pada 1617 datang ke sebuah pelabuhan kali atau dermaga kali untuk bertransaksi dengan penguasa (pangeran) Surabaya tentang komoditas rempah rempah. Hendrik Brouwer tidak hanya membawa komoditas rempah dari Maluku, tapi masih mengangkut rempah dari pedalaman Jawa Timur yang diangkut lewat dermaga kali yang disinggahinya.
Pada 1619, Jan Pieterszoon Coen, seorang Gubernur Jenderal VOC di Hindia Timur (Oost Indisch) yang juga pendiri kota Batavia datang di tempat yang sama seperti Hendring Brouwer. Karena ada kepentingan misi dagang VOC, maka Coen membangun sebuah pos dagang di barat sungai Kalimas, yang selanjutnya pos dagang ini berkembang menjadi sebuah benteng pertahanan yang namanya pun sempat berganti ganti mulai dari Van den Berg, menjadi Providentia dan terakhir manjadi benteng Belvedere.
Seiring dengan perkembangan benteng, sebuah kawasan permukiman Belanda di sisi selatan benteng juga mulai dibangun. Wilayah permukiman ini pada akhirnya juga turut berkembang, wilayahnya semakin luas yang pada batas wilayah dibangun tembok pembatas kota lengkap dengan pos pos jaganya.
Di dalam tembok mulai dan akhirnya terdapat sarana dan prasarana kota mulai jalan, jembatan, balai kota, alun alun, gereja, kantor pabean, penjara, kantor pengadilan, galangan kapal, barak pelaut, rumah sakit, pabrik hingga perumahan warga.
Menurut deskripsi Johannes Rach, seorang seniman lukis yang juga sebagai juru tembak VOC, melalui lukisan lithografinya, ia menggambarkan wajah kota Surabaya (Stad van Sourabaya) yang pada tahun 1760-an kondisi fisik kota Sourabaya sebagai sebuah kota sudahlah lengkap. Kini lukisan Johannes Rach ini disimpan di Rijksmuseum di kota Amsterdam, Belanda.
Pembangunan kota Surabaya oleh VOC ini memang secara bertahap mulai awal abad 17 hingga pertengahan abad 18. Dengan kata lain, lahirnya kota Surabaya secara fisik ini secara bertahap. Kota Surabaya di masa VOC tidak dibangun secara langsung seperti bagaimana kelak IKN (Ibukota Negara) yang baru akan dibangun di Kalimantan.
Nah, jelas sekarang, jika kita menimbang kelahiran atau hari jadi Kota Surabaya, kita melihat hadirnya sistim pemerintahan baru, gemeente, pada 1 April 1906 atau hadirnya Kota Surabaya secara fisik yang terjadi secara bertahap mulai awal abad 17 hingga pertengahan abad 18.
(TNews.co.id – Cak Nanang).