Sejarah

Door Duisternis Tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang) Dipamerkan di Tugu Pahlawan

Door Duisternis Tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang) Dipamerkan di Tugu Pahlawan

Caption Foto : Kadisbudporapar Kota Surabaya Wiwik Widayati beserta Kadisbudpar Kab. Rembang di Stand Museum Rembang.

Pewarta : Nanang.

SURABAYA, tNews.co.id – April boleh disebut sebagai bulan Kartini karena di bulan ini Raden Ajeng Kartini dilahirkan. Rangkaian kegiatan berupa perayaan dalam rangka peringatan Hari Kartini, pada 21 April, mulai terlihat. Anak anak sekolah berbusana daerah untuk mengenang sosok wanita sebagai pelopor emansipasi wanita.

Kumpulan surat surat Kartini yang kemudian dibukukan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang adalah potret bagaimana kaum perempuan yang adatnya ada di belakang, namun berkat RA Kartini, mereka selanjutnya memiliki persamaan hak dengan kaum laki laki. Hasilnya, di era sekarang bahkan ada wanita yang menjadi gubernur, dokter, tentara militer hingga presiden.

Caption Foto : Judul aslinya “Door Duiternis Tot Licht”, Habis Gelap Terbitlah Terang.

R.A. Kartini, yang dinikahi oleh Bupati Rembang Raden Adipati Djojodiningrat, meluapkan isi hati dan pikiran pikirannya dalam bentuk surat surat, yang selanjutnya dikirimkan ke sahabat penanya di Belanda J.H. Abendanon.

Mengingat kandungan pesan dari surat surat Kartini yang dinilai penting bagi hak asasi kaum perempuan, maka surat surat Kartini itu dikumpulkan dan dibukukan oleh J.H. Abendanon dan diberi judul “Door Duisternis Tot Licht Gedachten Voor Raden Ajeng Kartini”, yang artinya “ Habis Gelap Terbitlah Terang, Pemikiran Pemikiran Raden Ajeng Kartini”.
Buku setebal hampir 10 cm itu terbit untuk pertama kali pada 1911. Kemudian dilakukan cetak kedua okeh Balai Pustaka pada 1922 dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran”. Berikutnya pada tahun 1938 dilakukan cetak ulang untuk ketiga kalinya.

Buku cetakan pertama (1911) yang menjadi koleksi Museum Kartini di Rembang itu kini sedang dipamerkan dalam Pameran Bersama Cross Musea, yang diikuti oleh 7 Museum. Mereka adalah Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Museum Kartini Rembang (Jateng), Museum Kambang Putih Tuban, Museum Rajekwesi Bojonegoro, Museum Sunan Giri Gresik, Museum Tjakraningrat Bangkalan dan Museum Gubug Wayang Mojokerto. Pameran bersama ini mulai dibuka pada Jumat (8/4/202) hingga Minggu (10/4/2022).

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Rembang, Mustaqin M.Pd., atas nama Museum Kartini dan peserta Museum lainnya, menghargai diselenggarakannya pameran Museum bersama untuk lebih memperkenalkan sejarah bangsa melalui ragam koleksi. Mustaqin menjelaskan bahwa di Rembang, tempat dimana RA Kartini dimakamkan terdapat Museum Kartini. Sementara di Jepara, yang menjadi tempat kelahiran RA Kartini, juga terdapat Museum Kartini.

“Jadi di Jawa Tengah iitu ada dua Museum Kartini. Satu di Jepara dan satu di Rembang”, kata Mustaqin, Kadisbudpar kabupaten Rembang.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga serta Pariwisata Kota Surabaya, Wiwik Widayati ketika membuka pameran ini menyampaikan pameran bersama adalah wujud kolaborasi dalam mempersembahkan keragaman rekam jejak perjalanan sejarah masa lalu. Pameran bersama ini dapat memantik pengunjung untuk datang dan merangsang pengunjung untuk mengetahui lebih lanjut.

Caption Foto : Buku Cetakan Pertama “Habis Gelap Terbitlah Terang” Tahun 1911 yang dipamerkan di Museum Tugu Pahlawan.

Hadir dalam pembukaan pameran ini adalah sejumlah siswa siswi dari berbagai sekolah di Surabaya. Mereka sengaja diundang untuk melihat keragaman benda benda bersejarah yang dibawa oleh Museum Museum yang hadir. Misalnya ada buku “Door Duisternis Tot Licht Gedachten Voor Raden Ajeng Kartini” yang diusung oleh Museum Kartini Rembang.

Dari stan Museum Rajekwesi Bojonegoro membawa replika prasasti Adan Adan yang terbuat dari lempeng tembaga. Ada sepasang pedang KNIL yang dinamakan Klewang dipamerkan oleh Museum Kambang Putih Tuban. Pameran bersama Cross Musea ini berlangsung hingga tanggal 10 April 2022.

Related Articles

Back to top button