Sejarah

” Doa Lintas Iman dalam Rangka Pahargaan Suran 1958 Saka Jawa Penghayat Kepercayaan Sapta Darma Kota surabay

" Doa Lintas Iman dalam Rangka Pahargaan Suran 1958 Saka Jawa Penghayat Kepercayaan Sapta Darma Kota surabay

SURABAYA, Jawa Timur II tNews.co.id – Bulan Suro merupakan momentum penting dan sakral bagi seluruh Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia. Persatuan Warga Sapta Darma
(Persada) sebagai salah satu dari organisasi Penghayat Kepercayaan di Indonesia.

Diketahui, menghayati momentum 1 Suro bukan hanya sebagai hari besar bagi orang Jawa, tetapi sekaligus terkait dengan wawasan kosmologi tentang asal-usul kelahiran manusia (sangkan paran dumadi).

Itulah alasan mengapa perayaan 1 Suro dianggap sebagai momentum sangat penting terkait dengan totalitas penghayatan manusia, di dalam merefleksikan jati dirinya dan relasinya dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Pada tahun 2024 ini, peringatan 1 Suro dalam kalender Saka Jawa, telah memasuki tahun 1958. Bagi warga Sapta Darma, peringatan 1 Suro tahun ini ditandai dengan candrasengkala “Esthining Warah Wiwaraning Budi” yang berarti bahwa,
“bersungguh – sungguh menjalan ajaran Ketuhanan bisa membawa manusia pada kesempurnaan budi pekerti luhur.”

” Bagi Penghayat Kepercayaan secara umum, momentum pergantian tahun Saka Jawa selalu dihayati sebagai bulan untuk melakukan penyucian diri. Hal ini ditandai dengan berbagai jenis ritual mengikuti kekayaan adat dan tradisi masyarakat Jawa. Inilah bulan yang secara simbolik digambarkan sebagai periode untuk membersihkan beragam jenis ‘pusaka’, tetapi sesungguhnya secara hakiki adalah membersihkan jiwa manusia untuk selalu mengingat keberadaannya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dalam menjalankan darma suci menjaga keselarasan hidup dengan alam semesta (memayu hayuning bawana).

Seperti sudah menjadi tradisi, setiap pergantian tahun Saka Jawa, warga Sapta Darma ( Persada) Kota Surabaya selalu menggelar serangkaian prosesi peringatan Suro yang diawali dengan Tirakatan dan Teteki, selama 3 hari, dengan melaksanakan sembah sujud kepada Tuhan YME di semua Sanggar Candi Busono untuk melakukan pembersihan diri dengan refleksi mendalam serta mawas diri, memohon ampun atas segala kesalahan yang telah diperbuat, sekaligus permohonan ruwat negari dengan memanjatkan doa keselamatan bagi segenap bangsa Indonesia.

Puncak perayaan Suro pada tahun 2024, dilaksanakan pada Sabtu, 3 Agustus 2024, dengan menggelar pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk, di Gedung Budaya Cak Durasim Surabaya.

” Pagelaran tersebut mengambil lakon “Wahyu Kasampurnan“ yang diangkat dari semangat penyucian diri yang dilakukan oleh setiap warga Penghayat pada pergantian tahun ini.

Acara pagelaran tersebut akan dihadiri tidak kurang dari 700 penganut Penghayat Kepercayaan Sapta Darma Surabaya dan organisasi-organisasi Penghayat

Kepercayaan lainnya. Acara juga akan disambut oleh Kepala Balai Pelestari Kebudayaan Wilayah XI Provinsi Jawa Timur, Bakesbangpol Jawa Timur, Walikota Surabaya, Perwakilan Konjen Amerika Serikat, dan para tokoh lintas iman dari enam (6) agama.

Kehadiran para tokoh lintas agama juga dalam rangka berdoa bersama sebagai bagian dari acara inti peringatan Suro. Doa bersama lintas iman dalam puncak perayaan Sura sekaligus menjadi bukti keragaman dan kekuatan dari berbagai unsur agama/keyakinan yang saling
menghormati, terutama sikap tenggang rasa dalam ikut merayakan hari-hari besar agama/kepercayaan.

“Hampir di setiap peringatan Suro, Sapta Darma menggelar pagelaran Wayang Kulit, karena selain sarat dengan nilai-nilai filsafat yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, juga
sebagai bagian dari pelestarian budaya bangsa.” Jelas Dian Jennie Cahyawati, Ketua Panitia Peringatan Suro.

Lebih jauh Dian menjelaskan bahwa, “Wayang Kulit sangat penuh dengan wejangan dan nilai nilai luhur, dan kita sebagai pewaris tradisi harus memiliki kebanggaan terhadap warisan adiluhung kekayaan budaya tersebut, serta warisan berupa keragaman
budaya dan adat istiadat.

” Sependapat dengan Dian Jennie, Ketua Persada Pusat, Naen Soeryono, juga memandang Kebudayaan sebagai kekayaan bangsa yang harus dilestarikan dalam momentum- momentum penting seperti perayaan hari besar Suro. “Kebudayaan telah terbukti menjadi Faktor yang mengharmonikan keragaman bangsa Indonesia. Karenanya, setiap individu
warga negara memiliki kewajiban dan andil yang sama untuk ikut menjaga warisan- warisan adiluhung tersebut,” pungkas Naen Soeryono.

Related Articles

Back to top button