BENTENG KEDUNG COWEK ASET WISATA PERTAHANAN (DEFENSE HERITAGE) DI SURABAYA
SURABAYA || tNews.co.id – Saatnya menggelorakan potensi warisan sejarah yang dimiliki kota Surabaya. Kota Surabaya kaya akan nilai sejarah. Kota Surabaya bisa diibaratkan ber “sajadah” warisan sejarah. Hamparan wilayah kota Surabaya pernah menjadi saksi bisu sporadisnya peperangan antara pejuang pejuang rakyat, arek arek Surabaya melawan tentara Sekutu dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
Hanya kota Surabaya di negara ini yang berjuluk Kota Pahlawan. Adalah presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, yang mendeklarasikan Surabaya sebagai kota Pahlawan di saat memulai pembangunan Monumen Tugu Pahlawan pada 10 November 1951. Meski deklarasi itu bersifat lisan dan belum pernah ada penetapan legal formal, namun predikat Surabaya sebagai kota Pahlawan sudah dikenal secara nasional dan bahkan internasional.
Jika diamati dengan seksama pada sekitar titik titik pertempuran yang ada di kota Surabaya, maka di sana bisa dijumpai bukti bukti ganasnya dan panasnya peluru peluru tajam yang terlontar dari senapan senapan lawan. Di viaduk kereta api Gubeng misalnya, beberapa bekas tembakan melobangi pagar jembatan yang terbuat dari besi baja. Termasuk bekas serangkaian tembakan yang masih terlihat membekas di tembok Benteng Kedung Cowek yang bangunannya masih berdiri kokoh di pinggir pantai. Inilah basis pertahanan pantai yang dibangun Belanda pada awal abad 20 dan pada akhirnya sempat digunakan oleh pejuang pejuang Surabaya dalam mempertahankan wilayah kota.
Benteng ini juga sempat digunakan oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pasukan Sriwijaya untuk basis pertahanan. Dalam Pertempuran 10 November, Pejuang TKR dan pasukan Sriwijaya menyerang tentara Sekutu NICA dari Benteng Kedung Cowek. Mereka bertempur melawan musuh dengan senjata meriam yang tersimpan bekas peninggalan tentara Belanda dan Jepang.
Ady Setyawan, pendiri Komunitas Roode Brug Soerabaia, pernah menuturkan dalam sebuah aksi bersih bersih benteng bahwa di lokasi benteng ini dapat dilihat sisa-sisa lubang tembakan di beberapa spot dinding benteng dan kisah yang menyentuh tentang pertempuran di front ini. “Diperkirakan pejuang Surabaya yang tewas di tempat ini dan tidak sempat dievakuasi sebanyak 200 orang”, demikian kata Ady Setyawan.
Karenanya benteng yang kondisi fisik dan lingkungannya terkesan masih apa adanya tanpa ada sentuhan upaya perawatan, perlindungan dan apalagi pengelolaan dan pemanfaatan sebagai bangunan Cagar budaya. Sesungguhnya benteng Kedung Cowek ini sudah ditetapkan sebagai bangunan Cagar budaya oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, pada 2020 lalu. Tapi hingga kini bangunan bersejarah ini belum diberi plakard Cagar Budaya sebagaimana mestinya sebagai pertanda formal bangunan Cagar Budaya.
Sebagaimana diketahui bahwa pemberian status Cagar budaya pada Benteng Kedung Cowek ini adalah di antaranya dari hasil desakan dan advokasi komunitas pegiat sejarah kepada pemerintah kota Surabaya yang sebelumnya komunitas pegiat sejarah seperti Roode Brug Soerabaia dan Begandring Soerabaia melakukan lobby lobby kepada Panglima Daerah Militer (Pangdam) V Brawijaya pada tahun 2019 sebagai pengelola aset militer atas nama Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Pada kesempatan lobby itu, Pandgam V yang ketika itu dijabat oleh Letnan Jendral TNI R. Wisnoe Prasetya Boedi (2019-2020) membuka dan mempersilakan aset militer berupa bekas Benteng Pertahanan Pantai ini dikelola dan dimanfaatkan untuk tujuan tujuan pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, budaya dan pariwisata oleh pemerintah kota Surabaya.
Mendengar kabar baik ini, walikota Surabaya Tri Rismaharini berkoordinasi dengan pihak Panglima Kodam V Brawijaya dan menugaskan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) kota Surabaya melakukan kajian sebagai dasar penetapan Cagar budaya. Akhirnya pada bulan Juni 2020, Benteng Kedung Cowek secara resmi ditetapkan sebagian Bangunan Cagar Budaya.
Melihat letaknya yang berada di garis pantai, tidak jauh dari Jembatan Suramadu, bangunan Cagar budaya Benteng Kedung Cowek ini sangat layak sebagai obyek wisata sejarah, khususnya wisata heritage Pertahanan (defense heritage). Karenanya tempat bersejarah ini harus segera mendapat perhatian dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan.
Dikatakan sebagai obyek wisata Defense Heritage karena bangunan ini memang secara historis memiliki fungsi sebagai benteng pertahanan pantai. Dibangun oleh Belanda pada awal abad ke 20 sebagai bagian dari sistem Pertahanan pulau Jawa di Surabaya. Di era Jepang, persenjataan semakin diperkuat untuk menghadapi Sekutu. Ketika jatuh ke tangan pejuang Indonesia, sistim persenjataan ini juga masih dipakai untuk melawan tentara Sekutu.
Kisah dari benteng yang bisa disebut sebagai The Last Standing Fort ini juga diulas dalam buku Benteng Benteng Soerabaia yang ditulis Nanang Purwono dan terbit pada 2011. Bangunan Benteng Kedung Cowek secara fisik mas relatif utuh. Di sepanjang pantai yang tidak jauh dari Jembatan Suramadu ini terdapat gugusan bangunan benteng yang masih lengkap dengan parapet tempat dimana laras laras meriam ditempatkan. Juga ruangan ruangan penyimpanan amunisi yang ketika dikelola oleh Kodam V Brawijaya, ruangan bangunan ini sempat digunakan untuk gudang peluru yang arealnya sangat restricted.
Tidak jauh dari lokasi benteng, kini sudah dibangun arena olahraga raga berupa lapangan tembak milik pemerintah kota Surabaya. Di sebelah timur dari tempat ini juga sudah dibangun taman wisata dengan patung Sura dan Budaya yang cukup besar. Maka benteng Kedung Cowek bisa menambah wahana wisata di kawasan pantai Surabaya yang satu garis pantai dengan wisata alam Pantai Ria Kenjeran. (Nanang).