Religi

Sosok kyiai Maghfur Hasbulloh

PACITAN – tNews.co.id || Pembentukan karakter Inspirator kehidupan Kyai Hasbulloh Mu’awan Joresan, orang tua kyiai Maghfur Hasbulloh. Nama Hasbulloh merujuk pada Kyai Hasbulloh Mu’awan Joresan, orangtua kandung dari Kyai Maghfur Hasbulloh.

Kyai Hasbulloh (1901 – 1981M) berasal dari Durenan, Trenggalek, putra Kyai Mu’awan bin Kyai Abdul Masir ( Durenan,Trenggalek ) bin Kyai Yahuda (Makamnya di sebuah bukit, Desa Nogosari, Lorog, Pacitan).

Kyai Hasbulloh, menikah (pada Jum’at Legi, wulan Besar 1346H/1928M)* dengan nyai Siti Aminah salah satu putri Kyai Bahri pemangku Pondok Joresan, selanjutnya diberi amanah mengelola Pesantren. Pondok Joresan sendiri adalah termasuk Pondok tua berdiri Tahun 1800-an didirikan oleh Kyai Moh.Thoyyib generasi ketiga dari Kyai Ageng Mohammad Besari Tegalsari, dari jalur Kyai Haji M.Ishaq,Coper.
*) tulisan tangan dalam kitab “Ad Dairobi”pustaka pribadi Kyai Hasbulloh

Masyarakat mengenal Kyai Hasbulloh, sebagai sosok kyai sepuh, sederhana dan konsisten mengelola pendidikan pesantren hingga akhir hayat. Materi kurikulum pelajaran tasawwuf/akhlaq beliau ajarkan hingga khatam(selesai), hal ini terlihat dari Kitab “Al Hikam” bahan ajar beliau yang runtut dalam memberikan catatan/ ma’no gandul. Dari bahan ajar ini terlihat tingkat spiritual/ma’rifat bernalar dengan dasar filosofi agama, meski masyarakat masa itu juga menganggap beliau sebagai sosok Kyai Ampuh (Supranatural)

Antara Mursyid Thoriqoh Vs Pendidik /Pengajar Dalam wilayah Thoriqot yang sakral , seorang mursyid (pemimpin Thoriqot) bukanlah orang sembarangan, legalitas-nya ditentukan oleh penunjukan mursyid lain- setelah melalui proses Istikhoroh yang intens dari sang mursyid. Kyai Hasbulloh (meskipun tidak pernah terlibat dalam ritual Thoriqoh tetentu), suatu ketika diminta dan ditunjuk untuk menjadi mursyid, beliau menolak halus dengan alasan konsentrasi dalam mengajar santri. Yang menunjuk adalah KH.Abu Dawud-Durisawo (Mursyid senior Thoriqot Naqsabandiyah Ponorogo, yang otoritasnya tidak diragukan). KH.Abu Dawud adalah Juga besan Kyai Hasbulloh dimana salah satu putrinya diambil menantu, dan juga Kakek dari Nyai Asminatin Maghfur dari jalur ibunya (Nyai Mardiyah putri KH.Abu Dawud).

Type Kyai Hasbulloh, merujuk catatan Kyai Maghfur, bila dikelompokkan dalam 4 bagian pergerakan masyarakat Islam di Indonesia, yaitu ; 1) Philantropis (kelompok pemikir/Keilmuan) 2) Ritualis (pegiat kegiatan ritual) 3) Mistisis (Pegiat Supranatural) 4) Radikalis (pegiat gerakan radikal), maka Kyai Hasbulloh mengarah ke Type Philantropis. Antusiasme dalam bidang keilmuan ditunjukkan dalam mengklasifikasi Kitab Kuning sebagai bahan ajar santri kelas tertentu, beliau pernah menyebut “ Bila Santri sudah mengusai Kitab Taqrib (Kitab Fiqh,Karya Abu Syuja’ Al Ashfahany) dapat disebut Kyai Tengahan” statement beliau sering disampaikan oleh alm. KH Imam Badri , Pimpinan Pondok Modern Gontor, dalam pidatonya dihadapan santri Gontor.

Kyai Hasbulloh sosok sederhana, ikhlas dan tawaddlu’
Mengagungkan Al Qur’an ; Dalam kapasitas sebagai Kyai sepuh, Kyai Hasbulloh, tidak segan meminta untuk mengoreksi bacaan Al Qur’an-nya, bila bertemu dengan Hafidz Al Qur’an, meskipun berusia lebih muda. Dalam masa purna mengajar (karena usia), beliau menghatamkan al qur’an kurang lebih 600 kali Khataman, meski demikian beliau tetap resah “ saya tidak tahu apakah bacaanku diterima oleh Allah atau tidak”
Suatu hari beliau ditawari untuk diberangkatkan Haji oleh salah seorang dermawan, beliau menolak halus dengan alasan merasa belum berkecukupan secara syari’at. (sangat menjaga keikhlasan beribadah).

Jenazahnya disholatkan di Kairo

Kyai Hasbulloh Wafat pada Hari Senin Kliwon, 29 Jumadil Akhir 1401/4 Mei 1981, dimakamkan di Pemakaman Komplek Pesantren Darul Hikam, Joresan, Mlarak, Ponorogo. Ribuan pelayat mengiringi jenazah beliau. Yang mengherankan beberapa waktu kemudian mahasiswa di Mesir mengkonfirmasi tentang kebenaran wafatnya Kyai Hasbulloh, Joresan.

Ia menjelaskan suatu ketika sebuah masjid mensholatkan Ghoib atas Jenazah Kyai Hasbulloh, tanpa diketahui siapa pembawa beritanya. Terlihat aneh karena pada saat itu sarana telekomunikasi belum ada seperti sekarang ini. Wallohu a’lam.(Limbat ). (bersambung)..

Related Articles

Back to top button