Dugaan Pemotongan Anggaran 30 Persen di Desa Ngampel Gresik, Aparat Desa Alergi Pertanyaan Media
Dugaan Pemotongan Anggaran 30 Persen di Desa Ngampel Gresik, Aparat Desa Alergi Pertanyaan Media


Gresik, Jatim ll TNews.co.id – Proyek pembangunan gedung di Desa Ngampel, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik, kembali menuai sorotan tajam. Alih-alih transparan, aparat desa justru memicu kontroversi dengan sikap arogan terhadap awak media.
Sejumlah wartawan dari Forum Wartawan Arus Bawah (FWAB) yang berusaha melakukan konfirmasi terkait dugaan pemotongan anggaran sebesar 30 persen justru mendapat perlakuan tak pantas. Bukannya dilayani dengan penjelasan, mereka malah dibentak dan diperlakukan layaknya musuh.
Sekretaris Desa Ngampel dengan gamblang menyebut bahwa pemerintah desa tidak berkewajiban menjawab pertanyaan wartawan. Sementara perangkat desa lainnya menolak konfirmasi dengan alasan bahwa hanya dinas terkait yang boleh ditanya soal anggaran.
Sikap tersebut jelas bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008. Pers berhak memperoleh informasi publik, termasuk penggunaan dana proyek yang bersumber dari uang rakyat.
“Pernyataan aparat desa itu bukan hanya keliru, tapi juga bentuk pelecehan terhadap peran pers. Ini jelas upaya membungkam media dan menutupi informasi yang seharusnya terbuka,” ujar salah satu anggota FWAB usai insiden tersebut.
Sikap defensif dan antitransparansi ini memunculkan pertanyaan besar, ada apa sebenarnya dengan proyek Bankeu tersebut. Jika pelaksanaan proyek sesuai aturan, seharusnya aparat desa tidak alergi terhadap pertanyaan wartawan.
Penolakan memberikan klarifikasi justru memperkuat dugaan adanya praktik kotor, termasuk potensi pemotongan anggaran sejak tahap awal. Publik berhak tahu bagaimana dana pembangunan dikelola, sebab setiap rupiah yang digunakan bersumber dari pajak masyarakat.
Kejadian ini menjadi bukti bahwa sebagian aparatur desa masih abai terhadap prinsip good governance. Padahal, peran pers diakui secara konstitusional sebagai pilar demokrasi yang bertugas mengawasi jalannya pemerintahan.
Jika wartawan saja diperlakukan seperti musuh, bagaimana nasib warga biasa yang ingin menanyakan hak-haknya. Situasi ini mencederai demokrasi sekaligus mencoreng citra pemerintahan desa.
Dugaan pemotongan anggaran 30 persen dalam proyek Desa Ngampel bukanlah isu sepele. Aparat penegak hukum, Inspektorat, serta dinas terkait dituntut turun tangan segera.
Masyarakat menanti langkah konkret, bukan sekadar retorika. Jika benar terbukti ada penyelewengan, maka perangkat desa yang terlibat harus diproses hukum secara transparan. Hanya dengan cara itu uang rakyat tidak lagi dijadikan bancakan segelintir oknum.
Reporter: Tim Redaksi | Editor: Redaksi TNews.co.id