Nasional

MENANTI PERAN A.H.L.I. DALAM PEMULIHAN PARIWISATA NASIONAL.

tNews||21 September 2021

SURABAYA

Tanggal 27 September 2021 dikenal sebagai Hari Pariwisata Dunia (World Tourism Day). Karena sejak tahun 1970, tepatnya pada 27 September, Anggaran Dasar UNWTO (United Nation World Tourism Organisation), Organisasi Pariwisata Dunia, dirancang. Perancangan Anggaran Dasar ini dianggap sebagai tolak-ukur lahirnya pariwisata dunia.

 

Tujuan atas peringatan Hari Pariwisata Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran akan peran pariwisata di komunitas internasional dan untuk menunjukkan dampak pariwisata akan nillai sosial, budaya, politik dan ekonomi dunia.

 

Tanggal 27 September, tepatnya tahun 2021, juga akan dipakai untuk menandai secara resmi lahirnya (deklarasi) sebuah asosiasi pimpinan hospitaliti Indonesia AHLI (Association of Hospitality Leaders Indonesia), yang merupakan wadah kolaborasi dan integritas pimpinan empat sektor perusahaan di bidang pariwisata. Yakni pimpinan perusahaan perhotelan, pimpinan biro perjalanan wisata, pimpinan perusahaan makanan dan minuman serta pimpinan akademisi sekolah pariwisata.

 

Deklarasi AHLI di masa pandemi covid 19 ini bisa menjadi penyemangat dan momentum untuk mengakselerasi pemulihan pariwisata dan ekonomi nasional. Karenanya pimpinan ke empat sektor pariwisata harus bisa berkolaborasi, bersinergi dan berkarya bersama-sama untuk kembali membangun Pariwisata Indonesia.

 

Sebagaimana diketahui bersama bahwa akibat pandemi covid 19, yang mulai melanda sejak tahun 2020 lalu, dunia pariwisata Indonesia sangat terdampak. Padahal, sektor pariwisata ini merupakan salah satu sektor yang memiliki efek berganda (multiplier effect) terbesar dalam perekonomian. Sebab, sektor pariwisata ditopang oleh beragam sub-sektor mulai dari transportasi, akomodasi, hingga industri usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

 

Akibat penyebaran virus corona pada tahun lalu saja, pemerintah sempat menutup penerbangan dari-dan-ke China pada Februari 2020, yang berdampak terhadap penurunan tingkat okupansi hotel di sejumlah daerah unggulan. Misalnya di Bali, tingkat okupansi hotel anjlok hingga 80 persen karena kawasan ini menjadi favorit wisatawan China, seperti Nusa Dua, Legian, dan Kuta.

 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) kala itu, Wishnutama, sempat menaksir bahwa wabah virus corona berisiko merugikan sektor pariwisata RI hingga US$4 miliar atau sekitar Rp54,6 triliun, jika terjadi selama setahun (sepanjang tahun 2020). Sekitar US$2,8 miliar atau sekitar Rp38,2 triliun di antaranya berasal dari hilangnya pemasukan devisa wisatawan dari China.

 

Sebagai catatan, rata-rata kunjungan turis China ke Indonesia mencapai 2 juta kunjungan per tahun dengan rata-rata pengeluaran US$1.400 per kunjungan.

Tahun ini, di era Menteri Sandiaga Uno, pemerintah terus melakukan berbagai terobosan untuk mendongkrak sektor pariwisata.

 

Baru baru ini pemerintah menetapkan 50 desa wisata yang berbasis budaya, yang nantinya akan mengerucut menjadi 10 desa wisata terbaik berbasis budaya.

Sebelumnya memang sempat ada penetapan 10 destinasi pariwisata unggulan di Indonesia, yang di antaranya adalah Danau Toba, Labuan Bajo, dan Candi Borobudur. Namun, upaya itu tersandung pandemi di awal tahun 2020 setelah wabah virus corona merebak.

 

Meski demikian, insan dan pelaku pariwisata tidak boleh diam karena aset wisata di Indonesia ini secara natural, kultural dan sosial cukup melimpah. Tinggal bagaimana mengelola dan memanfaatkannya, terlebih di saat pandemi seperti sekarang.

 

Ketika AHLI, yang merupakan gabungan insan dan pelaku pariwisata Indonesia mau bangkit bersama sama, maka akan ada angin segar dan semangat baru dalam membangun pariwisata Indonesia.

 

Hadirnya AHLI yang secara resmi bertepatan dengan Hari Pariwisata Dunia pada 27 September 2021 diharapkan bisa membantu meningkatkan kesadaran publik dan stakeholder terkait akan peran pariwisata dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional. (Nanang)

MENANTI PERAN A.H.L.I. DALAM PEMULIHAN PARIWISATA NASIONAL.

Tanggal 27 September 2021 dikenal sebagai Hari Pariwisata Dunia (World Tourism Day). Karena sejak tahun 1970, tepatnya pada 27 September, Anggaran Dasar UNWTO (United Nation World Tourism Organisation), Organisasi Pariwisata Dunia, dirancang. Perancangan Anggaran Dasar ini dianggap sebagai tolak-ukur lahirnya pariwisata dunia.

Tujuan atas peringatan Hari Pariwisata Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran akan peran pariwisata di komunitas internasional dan untuk menunjukkan dampak pariwisata akan nillai sosial, budaya, politik dan ekonomi dunia.

Tanggal 27 September, tepatnya tahun 2021, juga akan dipakai untuk menandai secara resmi lahirnya (deklarasi) sebuah asosiasi pimpinan hospitaliti Indonesia AHLI (Association of Hospitality Leaders Indonesia), yang merupakan wadah kolaborasi dan integritas pimpinan empat sektor perusahaan di bidang pariwisata. Yakni pimpinan perusahaan perhotelan, pimpinan biro perjalanan wisata, pimpinan perusahaan makanan dan minuman serta pimpinan akademisi sekolah pariwisata.

Deklarasi AHLI di masa pandemi covid 19 ini bisa menjadi penyemangat dan momentum untuk mengakselerasi pemulihan pariwisata dan ekonomi nasional. Karenanya pimpinan ke empat sektor pariwisata harus bisa berkolaborasi, bersinergi dan berkarya bersama-sama untuk kembali membangun Pariwisata Indonesia.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa akibat pandemi covid 19, yang mulai melanda sejak tahun 2020 lalu, dunia pariwisata Indonesia sangat terdampak. Padahal, sektor pariwisata ini merupakan salah satu sektor yang memiliki efek berganda (multiplier effect) terbesar dalam perekonomian. Sebab, sektor pariwisata ditopang oleh beragam sub-sektor mulai dari transportasi, akomodasi, hingga industri usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Akibat penyebaran virus corona pada tahun lalu saja, pemerintah sempat menutup penerbangan dari-dan-ke China pada Februari 2020, yang berdampak terhadap penurunan tingkat okupansi hotel di sejumlah daerah unggulan. Misalnya di Bali, tingkat okupansi hotel anjlok hingga 80 persen karena kawasan ini menjadi favorit wisatawan China, seperti Nusa Dua, Legian, dan Kuta.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) kala itu, Wishnutama, sempat menaksir bahwa wabah virus corona berisiko merugikan sektor pariwisata RI hingga US$4 miliar atau sekitar Rp54,6 triliun, jika terjadi selama setahun (sepanjang tahun 2020). Sekitar US$2,8 miliar atau sekitar Rp38,2 triliun di antaranya berasal dari hilangnya pemasukan devisa wisatawan dari China.

Sebagai catatan, rata-rata kunjungan turis China ke Indonesia mencapai 2 juta kunjungan per tahun dengan rata-rata pengeluaran US$1.400 per kunjungan.
Tahun ini, di era Menteri Sandiaga Uno, pemerintah terus melakukan berbagai terobosan untuk mendongkrak sektor pariwisata.

Baru baru ini pemerintah menetapkan 50 desa wisata yang berbasis budaya, yang nantinya akan mengerucut menjadi 10 desa wisata terbaik berbasis budaya.
Sebelumnya memang sempat ada penetapan 10 destinasi pariwisata unggulan di Indonesia, yang di antaranya adalah Danau Toba, Labuan Bajo, dan Candi Borobudur. Namun, upaya itu tersandung pandemi di awal tahun 2020 setelah wabah virus corona merebak.

Meski demikian, insan dan pelaku pariwisata tidak boleh diam karena aset wisata di Indonesia ini secara natural, kultural dan sosial cukup melimpah. Tinggal bagaimana mengelola dan memanfaatkannya, terlebih di saat pandemi seperti sekarang.

Ketika AHLI, yang merupakan gabungan insan dan pelaku pariwisata Indonesia mau bangkit bersama sama, maka akan ada angin segar dan semangat baru dalam membangun pariwisata Indonesia.

Hadirnya AHLI yang secara resmi bertepatan dengan Hari Pariwisata Dunia pada 27 September 2021 diharapkan bisa membantu meningkatkan kesadaran publik dan stakeholder terkait akan peran pariwisata dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional. (Nanang)

Related Articles

Back to top button